Kepala Unit Syahbandar Tuapeijat Diduga Langgar Pemberian Izin Berlayar Ponton Kayu

GARDA | TUAPEIJAT – Kapal Ponton bermuatan kayu milik PT. Berkah Rimba Nusantara (BRN) ditarik oleh kapal tugboat dari Pelabuhan ilegal dusun Tarayet, Desa Betumonga menuju pelabuhan tujuan. Namun pemilik perusahaan kayu tidak memiliki izin garis pantai, dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Dirjenhubla).

Namun, A. Lubis selaku Kepala wilayah kerja Tuapeijat, A. Lubis secara sepihak memberikan surat persetujuan berlayar kepada perusahaan kayu PT. BRN, tampan izin garis pantai yang biasanya di keluarkan oleh Dirjen perhubungan laut.

Tindakan yang dilakukan A. Lubis sebagai Kepala wilayah kerja Syahbandar Tuapeijat, telah melanggar Undang-Undang (UU) Garis Pantai dimana ia bisa saja dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi pidana. Sanksi administratif bisa berupa peringatan tertulis, denda, pembekuan izin, atau pencabutan izin. Sanksi pidana bisa dikenakan jika pelanggaran tersebut mengakibatkan kerugian atau membahayakan keselamatan umum, dan lingkungan hidup.

“Ponton izinnya garis pantai masih dalam proses,” ujar A. Lubis saat dikonfirmasi oleh Ketua BPI KPNA RI Cabang Mentawai, Tuhowoloo Telaumbanua, S.IP, pada Selasa (24/06/2025) di kantor Syahbandar Tuapeijat . Kendati demikian A. Lubis telah memberikan Surat Persetujuan Berlayar ( SPB) yang di terbitkan oleh Syahbandar Tuapeijat Nomor :D.1/KM.62/62/VI/2025 tanggal 23 Juni 2025 , atas nama kapal BG.BUR 6 ( Tongkang) dan Surat Persetujuan Berlayar tugboat TB BAHTERA SALEH RAYA 3 Nomor : D1/KM2/61/VI/2025 tanggal 23 Juni 2025.

Secara kelembagaan, Tuhowoloo Telaumbanua (Delau) menyampaikan sangat menyayangkan atas kondisi ini. “Tindakan ini sangat disayangkan karena berpotensi menimbulkan risiko melanggar hukum dan keselamatan laut. Kami berharap pihak terkait dapat segera mengambil langkah tegas agar pelayaran niaga berjalan sesuai regulasi yang berlaku,” tegas Tuhowoloo Telaumbanua.

A. Lubis Kepala Unit Syahbandar, Tuapeijat

Pengoperasian ponton tanpa izin garis pantai resmi melanggar ketentuan UU yang berlaku, perusahaan kapal kayu ponton yang tidak memiliki izin garis pantai dari Dirjenhubla dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi ini bisa berupa peringatan, pembekuan izin, hingga pencabutan izin usaha.

Selain sanksi administratif, perusahaan juga bisa dikenai sanksi pidana dan perdata sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama jika perusahaan melakukan kegiatan yang menyalahi izin yang telah diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan.

Delau juga mengatakan bahwa perusahaan telah melanggar UU No. 1 Tahun 2014 adalah perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 60 dalam UU No. 27 Tahun 2007, yang mengatur tentang “Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil”, mengalami perubahan signifikan dalam UU No. 1 Tahun 2014. Perubahan ini terutama terkait dengan penegasan peran Negara dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengaturan lebih rinci mengenai perizinan dan kewenangan dalam pemanfaatan sumber daya.

“diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya pasal yang mengatur kewajiban memiliki izin pelayaran bagi setiap alat angkut di perairan Indonesia”, katanya.

Selain itu, hal ini juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 74 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis dan Administrasi Angkutan Laut.

Pelaksanaan aktivitas pelayaran tanpa izin garis pantai dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda, penahanan kapal, hingga pencabutan izin usaha sesuai dengan pasal 300 ayat (1) Undang-Undang Pelayaran.

Jika terbukti melanggar secara sengaja dan menimbulkan kerugian Negara atau membahayakan keselamatan, pelaku juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai pasal 306 UU Pelayaran, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.

Pelanggaran ini juga berpotensi mengganggu kelestarian lingkungan laut dan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia. (Team) 

Share :