Mentawai – Gardasuarakitanews.com
Sebuah paket pekerjaan rehabilitasi kantor di Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Mentawai diduga tidak mengikuti aturan pelaksanaan. Proyek yang dikerjakan tanpa memasang plang informasi tersebut menjadi sorotan publik. (19/08/2025)
Media ini mencoba mengonfirmasi langsung kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di ruang kerjanya. PPK yang enggan disebutkan namanya mengakui adanya kesalahan dalam pelaksanaan proyek. Ia menyebutkan, kontrak kerja seharusnya mengikuti aturan yang berlaku sesuai peraturan Presiden Republik Indonesia.
“Kami sudah mengingatkan pelaksana. Jika tidak mematuhi aturan sesuai item dalam kontrak, maka akan kami putuskan,” ujarnya.
Dari hasil penelusuran, proyek rehabilitasi kantor Dinas Pendidikan tersebut disebut-sebut berasal dari kedekatan personal dengan Kepala Dinas sebelumnya. Seorang wartawan sekaligus aktivis LSM di Tuapejat berinisial Mt.H mengungkapkan, proyek ini diduga diberikan melalui penunjukan langsung (PL) oleh mantan Kadis Pendidikan berinisial AB. Hal ini masih ditelusuri lebih lanjut apakah sudah sesuai mekanisme yang berlaku.
“Bagaimana mungkin pekerjaan berani dilaksanakan tanpa mengikuti aturan, apalagi lokasinya berada di pusat kota Kabupaten Mentawai,” ungkapnya.
Ketua BPI KPNPA RI, Tuhowoloo Telaumbanua, juga menanggapi adanya indikasi proyek siluman di Mentawai. Menurutnya, jika di pusat kabupaten saja proyek tidak transparan, maka di daerah-daerah jauh dari pengawasan seperti Simatalu dan Sikakap bisa lebih rawan lagi.
“Perusahaan pelaksana proyek ini jelas bisa dikategorikan proyek siluman. Status informasi publik tidak ada, plang proyek juga tidak dipasang. Itu pelanggaran aturan. Selain itu, pekerja di lapangan tidak menggunakan perlindungan kerja seperti helm dan baju kerja. Padahal anggaran untuk itu ada. Walaupun jumlahnya hanya Rp3–5 juta, tetap saja itu uang negara,” tegasnya.
Ia menambahkan, praktik seperti ini tidak hanya melanggar etika pelaksanaan proyek pemerintah, tetapi juga berpotensi masuk ranah penipuan. Apalagi jika benar pelaksananya adalah seorang wartawan yang mendapatkan proyek, maka hal tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kode Etik Wartawan.
“Kepala dinas harus lebih hati-hati. Jangan sampai membiarkan praktik-praktik seperti ini terus berulang,” pungkas Tuhowoloo.