Mentawai – Gardasuarakitanews.com
Ketua BPI KPNPA RI Cabang Kepulauan Mentawai menyatakan dukungannya terhadap langkah Kapolres Kepulauan Mentawai dalam memeriksa oknum pejabat Syahbandar Tuapeijat yang diduga terlibat dalam aktivitas pelabuhan ilegal dan pelanggaran izin garis pantai.
Kapolres Kepulauan Mentawai, melalui Kasat Reskrim IPTU Pol. Edward Novilin Haloho, S.H., M.H., membenarkan bahwa pihaknya telah memanggil oknum pejabat Syahbandar AL Tuapeijat. “Kasus ini sedang dalam tahap penyelidikan. Jika ditemukan pelanggaran hukum, pasti kami proses. Setiap laporan dari masyarakat akan kami tindaklanjuti,” ujar Kasat Reskrim saat dikonfirmasi oleh gardasuarakitanews.com, Senin (21/7/2025), sambil sedikit berseloroh, “pasti naik gula darah, tapi pasti kami tindak.”
Ketua BPI KPNPA RI Cabang Mentawai, Tuhowoloo Telaumbanua, atau yang akrab disapa Delau, menyatakan bahwa pihaknya akan mendukung penuh penegakan hukum oleh Kapolres. “Mungkin sebelumnya segala sesuatu bisa dihalalkan, tetapi dengan keterbukaan informasi saat ini, semua harus transparan. Siapa pun yang menjadi backing akan kami laporkan hingga ke Presiden Prabowo,” tegasnya.
Delau mengungkapkan bahwa oknum Syahbandar Tuapeijat diduga telah menyalahgunakan wewenang dengan menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) tanpa adanya izin garis pantai yang semestinya dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Hal ini melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 dan UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Diketahui, oknum Syahbandar tersebut menerbitkan SPB untuk kapal BG. BUR 6 (Tongkang) dengan nomor: D.1/KM.62/62/VI/2025 tanggal 23 Juni 2025, dan kapal TB Bahtera Saleh Raya 3 dengan nomor: D1/KM2/61/VI/2025 pada tanggal yang sama. SPB untuk TB Bahtera Saleh Raya 3 diketahui dikontrak oleh PT. Berkah Rimba Nusantara (BRN).
Menurut Delau, tindakan ini jelas merupakan penyalahgunaan wewenang dan diduga dilakukan demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, bukan untuk kepentingan negara.
Penerbitan SPB tanpa izin garis pantai juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 74 Tahun 2015 dan PM 51 Tahun 2015. Setiap kegiatan bongkar muat di pelabuhan tidak resmi wajib memiliki izin pemanfaatan garis pantai dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Kegiatan pelayaran tanpa izin resmi ini tergolong ilegal dan dapat dikenai sanksi administratif maupun pidana, termasuk denda serta ancaman penjara hingga 6 tahun.
Media ini telah berupaya menghubungi Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Siuban, A. Lubis, namun hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan. Diduga terdapat kolusi antara oknum UPP dan pihak PT. BRN.
(Tim Redaksi)